Monday, December 19, 2011

IDI (Ilmu Disiplin Islam)


BAB I
PENDAHULUAN
Nabi mengidentifikasikan dirinya sebagai mu’allim (pendidik). Nabi sebagai penerima wahyu Al-Quran yang bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan kepada manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini pada intinya menegaskan bahwa kedudukan Nabi sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah SWT.
Pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua. Hal ini disebabkan karena secara alami anak-anak pada masa awal kehidupannya berada di tengah-tengah ayah dan ibunya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada di tengah orang tuanya.
Pendidik di lembaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah, dan sampai dosen-dosen di perguruan tinggi, kiyai di pondok pesantren, dan lain sebagainya. Namun guru bukan hanya menerima amanat dari orang tua untuk mendidik, melainkan juga dari setiap orang yang memerlukan bantuan untuk mendidiknya.
Pendidik adalah mereka yang terlibat langsung dalam membina, mengarahkan dan mendidik peserta didik, waktu dan kesempatannya dicurahkannya dalam rangka mentransformasikan dan menginternalisasikan nilai termasuk pembinaan akhlak mulia dalam kehidupan peserta didik. Dengan demikian waktu dan kesempatannya dihabiskan untuk mendidik peserta didiknya, sehingga dia tidak mempunyai waktu lagi untuk berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari.


BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM
1.      Pengertian Pendidik
a.      Secara Etimologi
Secara etimologi, dalam konteks pendidikan Islam pendidik disebut dengan murabbi, mu’allim, dan muaddib. Kata murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi. Kata mu’allim isim fail dari ‘allama, yu’allimu sebagaimana ditemukan dalam Al-Quran (Q.S. Al-Baqarah:31), sedangkan kata muaddib berasal dari addaba, yuaddibu, seperti sabda Rasul: “Allah mendidikku, maka Dia memberikan kepadaku sebaik-baik pendidikan”.
Ketiga term itu, mu’allim, murabbi, muaddib, mempunyai makna yang berbeda sesuai dengan konteks kalimat, walaupun dalam situasi tertentu mempunyai kesamaan makna.
Kata atau istilah “murabbi” misalnya, sering dijumpai dalam kalimat yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani atau rohani. Pemeliharaan seperti initerlihat dalam proses orang tua membesarkan anaknya. Mereka tentunya berusaha memberikan pelayanan secara penuh agar anaknya tumbuh dengan fisik yang sehat dan kepribadian serta akhlak yang terpuji.
Sedangkan untuk istilah “mu’allim”, pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktifitas yang lebih terfokus pada pemberian atau pemindahan ilmu pengetahuan (pengajaran), dari seseorang yang tahu kepada orang yang tidak tahu.
Adapun istilah “muaddib”, menurut Al- Attas, lebih luas dari istilah “mu’allim” dan lebih relevan dengan konsep pendidikan Islam.
b.      Secara Terminologi
Para pakar menggunakan rumusan yang berbeda tentang pendidik.
1)      Zakiah Daradjat, berpendapat bahwa pendidik adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah laku peserta didik.
2)      Marimba, beliau mengartikan sebagai orang yang memikul pertanggungjawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik.
3)      Ahmad Tasir, mengatakan bahwa pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik.
Sebagaimana teori Barat, pendidik dalam Islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).[1]
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab member pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Dan mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu yang mandiri.[2]
Pendidik pertama dan utama adalah orangtua sendiri. Mereka berdua yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena sukses tidaknya anak sangat tergantung kepada pengasuhan, perhatian, dan pendidikannya. Kesuksesan anak kandung merupakan cermin atas kusuksesan orangtua juga.
Pendidik disini adalah mereka yang memberikan pelajaran peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah.[3] Orangtua sebagai pendidik pertama Dan utama terhadap anak-anaknya, tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya. Selain karena kesibukan kerja, tingkat efektifitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Oleh karena itu, anak lazimnya dimasukkan ke dalam lembaga sekolah. Penyerahan peserta didik ke lembaga sekolah bukan berarti melepaskan tanggung jawab orangtua sebagai pendidik yang pertama dan utama, tetapi orangtua tetap mempunyai saham yang besar dalam membina dan mendidik anak kandungnya.
2.      SYARAT SAH PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Syaikh Ahmad Ar Rifai mengungkapkan, bahwa seseorang bisa dianggap sah untuk dijadikan sebagai pendidik dalam pendidikan Islam apabila memenuhi dua criteria berikut :
a.       Alim yaitu mengetahui betul tentang segala ajaran dan syariahnya Nabi Muhammad Saw, sehingga ia akan mampu mentransformasikan ilmu yang komprehenshiv tidak setengah-setengah.
b.      Adil riwayat yaitu tidak pernah mengerjakan satupun dosa besar dan mengekalkan dosa kecil, seorang pendidik tidak boleh fasik sebab pendidik tidak hanya bertugas mentransformasikan ilmu kepada anak dididiknya namun juga pendidik harus mampu menjadi contoh dan suri tauladan bagi seluruh peserta didiknya. Di khawatirkan ketika seorang pendidik adalah orang fasik atau orang bodoh, maka bukan hidayah yang diterima anak didik namun justru pemahaman-pemahaman yang keliru yang berujung pada kesesatan.[4]
3.      KEDUDUKAN PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Pendidik adalah spiritual father (bapak rohani), bagi peserta didik yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu, pendidik memiliki kedudukan tinggi. Dalam beberapa Hadits disebutkan: “Jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar atau pendengar atau pecinta, dan Janganlah engkau menjadi orang yang kelima, sehingga engkau menjadi rusak”. Dalam Hadits Nabi SAW yang lain: “Tinta seorang ilmuwan (yang menjadi guru) lebi berharga ketimbang darah para syuhada”. Bahkan Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul. Al-Syawki[5] bersyair:
“Berdiri dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Rasul”.
Al-Ghazali menukil beberapa Hadits Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar yang aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun (perhatikan QS. At-Taubah:122).selanjutnya Al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya keilmiahannya. Andaikata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab: pendidikan adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan (baik binatang buas maupun binatang jinak)[6] kepada sifat insaniyah dan ilahiyah.[7]
4.      TUGAS PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Dalam paradigma Jawa , pendidik diidentikan dengan (gu dan ru) yang berarti “digugu dan ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru (di ikuti) karena guru mempunyai
kepribadian yang utuh, yang karenanya segala tindak tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh peserta didiknya.
Sesungguhnya seorang pendidik bukanlah bertugas memindahkan atau mentrasfer ilmunya kepada orang lain atau kepada anak didiknya. Tetapi pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah fasilitator dan perencanaan. Oleh karena itu, fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu: [8]
a.       Sebagai instruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
b.      Sebagai educator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
c.       Sebagai managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa:
1)      Kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memerhatikan: kesediaan, kemampuan, pertumbuhan dan perbedaan peserta didik.
2)      Membangkitkan gairah peserta didik.
3)      Menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik.
4)      Mengatur proses belajar mengajar yang baik.
5)      Memerhatikan perubahan-perubahankecendrungan yang mempengaruhi proses mengajar.
6)      Adanya hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar.
Keutamaan seorang pendidik disebabkan oleh tugas mulia yang diembannya. Tugas yang diemban seorang pendidik hampir sama dengan tugas seorang Rasul.
a)      Tugas secara umum, adalah :
Sebagai “warasat al-anbiya”, yang pada hakikatnya mengemban misi rahmatal li al-alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah, guna memperoleh keselamatan dunia akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribaian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal shaleh dan bermoral tinggi.
Selain itu tugas yang utama adalah, menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk bertaqarrub kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik pertama, fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran yakni meng-internalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.
b)      Tugas secara khusus, adalah :
Ø  Sebagai pengajar (intruksional) yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun, dan penilaian setelah program itu dilaksanakan.
Ø  Sebagai pendidik (edukator) yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil , seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia.
Ø  Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait. Menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, partisipasi atas program yang dilakukan itu.
5.      KOMPETENSI PENDIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
a.       Kompetensi Personal Religius
Kemampuan dasar (kompetensi) yang pertama bagi pendidik adalah menyangkut kepribadian agamis, artinya pada dirinya melekat nilai-nilai lebih yang hendak diberikan kepada peserta didiknya. Misalnya nilai kejujuran, keadilan, musyawarah, kedisiplinan. Nilai tersebut perlu dimiliki pendidik sehingga akan terjadi pemindahan penghayatan nilai-nilai antara pendidik dan peserta didik baik langsung maupun tidak langsung.
b.      Kompetensi Sosial Religius
Kemampuan dasar kedua bagi pendidik adalah menyangkut kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran islam.
c.       Kompetensi Profesional Religius
Kemampuan dasar yang ketiga ini menyangkut kemampuan untuk menjalankan tugasnya secara profesional, dalam arti mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta mampu mempertanggungjawabkan berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif Islam.
Kompetensi diatas dapat dijabarkan dalam kompetensi-kompetensi sebagai berikut:
1)     Mengetahui hal-hal yang perlu diajarkan, sehingga ia harus belajar dan mencari informasi tentang materi yang diajarkan.
2)     Menguasai keseluruhan bahan materi yang akan disampaikan pada anak didik.
3)     Mempunyai kemampuan menganalisis materi yang diajarkan dan menghubungkannya dengan konteks komponen-komponen secara keseluruhan.
4)     Mengevaluasi proses dan hasil pendidikan yang sedang dan sudah dilaksanakan.
5)     Memberi hadiah dan hukiman sesuai dengan usaha dan upaya yang dicapai anak didik.















BAB III
PENUTUP
1.      KESIMPULAN
Pendidik disini adalah mereka yang memberikan pelajaran peserta didik, yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di sekolah. Orangtua sebagai pendidik pertama Dan utama terhadap anak-anaknya, tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-anaknya. Selain karena kesibukan kerja, tingkat efektifitas dan efisiensi pendidikan tidak akan baik jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah. Oleh karena itu, anak lazimnya dimasukkan ke dalam lembaga sekolah. Penyerahan peserta didik ke lembaga sekolah bukan berarti melepaskan tanggung jawab orangtua sebagai pendidik yang pertama dan utama, tetapi orangtua tetap mempunyai saham yang besar dalam membina dan mendidik anak kandungnya.
Sesungguhnya seorang pendidik bukanlah bertugas memindahkan atau mentrasfer ilmunya kepada orang lain atau kepada anak didiknya. Tetapi pendidik juga bertanggungjawab atas pengelolaan, pengarah fasilitator dan perencanaan.







DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992
Suryosubrata B, Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, Jakarta : Bina Aksara, 1983
Ahmad Ar Rifa’I, Takhyirah Mukhtashor. Tanpa Tahun
M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami a. Ghani, Jakarta : Bulan Bintang, 1987
Abdul Mujib. Kepribadiaan dalam Psikologi Islam, Jakarta : Rajawali Press, 2006
Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihy’ulum al-Din, terj. Ismail Ya’qub, Semarang : Faizan, 1979
Roestiyah NK, Masalah-Masalah Ilmu Keguruan, Jakarta : Bina Aksara, 1982



[1] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992), hal. 74-75.
[2] Suryosubrata B, Beberapa Aspek Dasar Kependidikan, (Jakarta : Bina Aksara, 1983), hal. 36
[3] Ahmad Tafsir, Op. Cit., hal. 75
[4] Ahmad Ar Rifa’I, Takhyirah Mukhtashor. Tanpa Tahun, hal. 10
[5] M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustami a. Ghani, (Jakarta : Bulan Bintang, 1987), hal. 135-136.
[6] Abdul Mujib. Kepribadiaan dalam Psikologi Islam, (Jakarta : Rajawali Press, 2006), hal. 109-110.
[7] Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihy’ulum al-Din, terj. Ismail Ya’qub, (Semarang : Faizan, 1979), hal. 65,68,70.
[8] Roestiyah NK, Masalah-Masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta : Bina Aksara, 1982), hal. 86.

Friday, December 16, 2011

Metodologi Penelitian


DEFINISI PENELITIAN
Penelitian adalah suatu penyelidikan atau suatu usaha pengujian yang dilakukan secara teliti, dan kritis dalam mencari fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan menggunakan langkah-langkah tertentu. Penelitian adalah pemikiran yang sistematis mengenai berbagai jenis masalah yang pemecahannya memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta (David H. Penny, 2009).
Penelitian adalah penyelidikan dari suatu bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati serta sistematis (J. Suprapto MA, 2009).
Penelitian dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan (Sutrisno Hadi MA, 2009).
Penelitian adalah suatu cara untuk memahami sesuatu melalui penyelidikan atau usaha mencari bukti-bukti yang muncul sehubungan dengan masalah itu, yang dilakukan secara hati-hati sekali sehingga diperoleh pemecahannya (Mohammad Ali).
Kesimpulan Penelitian adalah suatu cara untuk menemukan dan memperoleh kebenaran atau fakta-fakta  dengan mencari bukti-bukti yang muncul sehubungan dengan masalah itu sendiri.
A.    Ciri - ciri penelitian :
1.      Memiliki masalah, terumus jelas dan terperinci.
2.      Memiliki hipotesis, terumus jelas dan terperinci.
3.      Terencana, bertujuan dan bermetode.
4.      Empiris, berdasarkan observasi fenomena.
5.      Berlogika, berdasarkan analisis teoritis.
6.      Berakurasi dan valid, menggunakan instrumen yang tepat dan reliabel.
7.      Memiliki sumber data, primer dan sekunder.
8.      Non-etikal, bersifat objektif.
9.      Siklikal, sistematis.
10.  Berproduk: abstrak (berupa: prinsip, generalisasi, dan teoritik) atau konkret (berupa: model atau alat)


B.     Karakteristik penelitian :
1.      Berfungsi menjawab permasalahan tertentu.
2.      Dilakukan secara sistematis dengan menggunakan metode tertentu.
3.      Melibatkan kegiatan pengumpulan, pengolahan dan penyimpulan data (fakta dan opini).
C.     Langkah-langkah penelitian :
1.      Identifikasi, pemilihan, dan perumusan masalah.
2.      Penelaahan kepustakaan.
3.      Penyusunan hipotesis.
4.      Identifikasi, klasifikasi, dan pemberian definisi operasional variable-variabel.
5.      Pemilihan atau pengembangan alat pengambil data.
6.      Penyusunan rancangan penelitian.
7.      Penentuan sample.
8.      Pengumpulan data.
9.      Pengolahan dan analisis data.
10.  Interpretasi hasil analisis.
11.  Penyusun laporan/publikasi penelitian.













A.    INSTRUMEN
Instrumen yaitu Alat Pengukur, maksudnya adalah penggunaan aturan untuk menetapkan bilangan pada objek atau peristiwa. Dalam Penelitian, Instrumen digunakan untuk mengukur nilai Variabel yang diteliti. Dengan demikian jumlah instrumen yang akan digunakan untuk penelitian akan tergantung pada jumlah variabel yang diteliti.
Bila variabel penelitiannya lima maka jumlah instrumen yang digunakan untuk penelitian juga lima. Instrumen-instrumen penelitian sudah ada yang dibakukan, tetapi masihada yang harus dibuat peneliti sendiri. Karena instrumen penelitian akan digunakan untuk melakukan pengukuran dengan tujuan  menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka setiap instrumen harus mempunyai skala.
B.     Jenis-Jenis Instrumen ada
1.      Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data yang sudah mapan, karena beberapa sifatnya yang unik, masih banyak dipakai. Salah satu aspek wawancara yang terpenting ialah sifatnya yang luwes atau hubungsan baik dengan orang yang diwawancarai dapat memberikan suasana kerjasama, sehingga memungkinkan diperolehnya informasi yang benar. Pewawancara dapat mempertimbangkan macam orang yang diwawancarai serta situasi ketika wawancara itu dilakukan. Pewawancara dapat menguraikan pertanyaan dan menjelaskan maksud pertanyaan itu sekitarnya pertanyaan tersebut kurang jelas bagi subyek. Kelebihan-kelebihan ini tidak dapat dalam taknik pengumpulan data yang lain, seperti Kuescener dan tes.
Ada dua jenis wawancara yaitu :
a.       Wawancara berstruktur.
Dalam wawancara berstuktur, pertanyaan dan alternatif jawaban yang diberikan kepada subyek telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pewawancara. Hal ini dilakukan kepada semua responden. Keuntungan pendekatan ini adalah bahwa pendekatan inni telah dibakukan. Oleh karena itu, jawabannya dapat dengan mudah dikelompokan ddan dianalisis. Kelemahannya, pendekatan ini kaku dan bisa tampak terlalu formal. Pembaatasan-pembatasan yang dilakukan dalam teknik wawancara ini dapat meningkatakan reliabilitas wawancara tersebut, tetapi dapat menurunkan kemampuannya mendalami persoalan yaang diselidiki.


b.      Wawncara tak berstruktur.
Wawancara ini lebih bersifat informal. Pertanyaan-pertanyaan tentang pandangan, sikap, keyakinan subyek, atau tentang keterangan lainnya dapat diajukan secara bebas kepada subyek. Wawancara seperti ini bersifat luwes dan biasanya direncanakan agar sesuai dengan subyek dan susunan pada waktu wawancara dilakukan. Subyek diberikan kebebasan menguraikan jawabannya serta mengungkapkan pandangan-pandangannya sesuka hatinya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa mennyimpang dari rencana semula dan memusat pada hal-hal yang dianggap penting.
2.      Kuescener.
Kuescener merupakan alat mengukur sikap, prilaku keyakinan, pandangan hidup atau atribut dari responden.
Keuntungan Kuescener yaitu :
a.       Tidak memerlukan hadirnya peneliti.
b.      Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden.
c.       Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatannya masing-masing, dan menurut waktu senggang responden.
d.      Dapat dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur dan tidak malu-malu menjawab
e.       Dapat dibuat terstandar sehingga bagi semua responden dapat dibuat pertanyaan yang benar-benar sama.
Kelemahan Kuesccener yaitu :
1)      Responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga ada pertanyaan yang terlewati tidak dijawab, padahal sukar diulang untuk diberikan kembali kepadanya.
2)      Sering sukar dicari validitasnya.
3)      Walau dibuat anonim, kadang-kadang responden dengan sengaja memberikan jawaban yang tidak betul atau tidak jujur.
4)      Sering tidak kembali, terutama jika dikirim lewat pos.
5)      Waktu pengembaliannya tidak bersama-sama, bahkan kadang-kadang ada yang terlalu lama sehingga terlambat.
Menyusun Kuescener merupakan pekerjaan yang sulit dan memakan banyak waktu. Berikut ini adalah saran-saran guna menyusun butir-butir kuescener tertulis :
(a)    Susunlah kuescener tersebut sedemikian rupa sehingga mencerminkan mutu yang baik.
(b)   Usahakan Kuescener itu sesingkat mungkin, sehingga tidak banyak menyita waktu responden.
(c)    Susunlah kalimat pertanyaan dalam Kuescener itu sedemikian rupa sehingga dapat dipahami oleh setiap responden.
(d)   Susunlah pertanyaan-pertanyaan dalam Kuescener itu sehingga dapat menghasilkan jawaban yang tidak bermakna ganda.
(e)    Susunlah pertanyaan dalam Kuescener itu sehingga dapat terhindar dari bias atau prasangka yang mungkin mempengaruhi jawaban responden.
(f)    Pertanyaan-pertanyaan dalam Kuescener hendaknya tidak menyesatkan karena adanya asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan.
(g)   Alternatif jawaban terhadap berbagai pertanyaan dalam Kuescener hendaknya lengkap.
(h)   Hindari pertanyaan-pertanyaan yang dapat menimbulkan rasa jengah, curiga, atau permusuhan dipihak responden.
(i)     Aturlah pertanyaan-pertanyaan itu menurut urutan psikologis yang benar.
(j)     Susunlah pertanyaan-pertanyaan itu sedemikian rupa sehingga jawaban-jawabannya dapat langsung ditabulasi dan ditafsirkan.
(k)   Sebuah surat pengantar bersampul tertutup, ditujukan kepada responden dengan menyebutkan nama dan gelarnya lengkap, harus disertakan bersama kuescener.
(l)     Suatu tindak lanjut yang terencana perlu dipersiapkan apabila peneliti ingin mencapai persentase pengembalian Kuescener.
3.      Tes.
Tes ialah seperangkat rangsangan yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka.
Dua persyaratan pokok bagi tes adalah validitaas dan reliabilitas. Persyaratan pokok yang lain bagi tes adalah obyektivitas, yang ditunjukan oleh tingkat maksimum kesepakatan diantara para pemberi skor.
4.      Observasi (Pengamatan).
Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.
Menurut Yehoda ciri-ciri Observasi yaitu sebagai berikut :
a.       Mengabdi kepada tujuan penelitian.
b.      Direncanakan secara sistematik.
c.       Dicatat dan dihubungkan dengan proposisi-proposisi yang umum.
d.      Dapat dicek dan dikontrol validitas, reliabilitas dan ketelitiannya.
Good Akta mengemukakan ciri-ciri Observasi dalam penelitian sebagai berikut :
1)      Mempunyai arah yang khusus.
2)      Sistematik.
3)      Bersifat kuantitatif.
4)      Diikuti pencatatan segera.
5)      Menuntut keahlian.
6)      Hasilnya dapat dicek dan dibuktikan.
C.     SKALA PENGUKURAN.
Skala pengukuran merupakan cara mengukur suatu variabel. Ada empat jenis skala pengukuran yaitu :
1.      Skala Nominal.
Skala nominal adalah ukuran yang paling sederhana, di mana angka yang diberikan kepada obyek mempunyai arti sebagai lebel saja, dan tidak menunjukan tingkatan apa-apa. Istilah pengukuran skala nomminal umumnya digunakan untuk data atau obyek yang hanya dapat diklasifikasikan pada beberapa kategori. Setiap kategori dalam klasifikasi data tidak boleh saling tumpang tindih atau setiap peristiwa bersifat saling lepas, suatu peristiwa tidak mempengaruhi peristiwa lainnya.
2.      Skala Ordinal.
Skala ordinal adalah angka yang diberikan di mana angka-angka tersebut mengandung pengertian tingkatan. Ukuran ordinal digunakan untuk mengurutkan obyek atau data yang terendah sampai tertinggi atau sebaliknya. Skala ordinal hanyalah memberikan nilai urutan atau ranking dan tidak menggambarkan nilai absolut.
3.      Skala Interval
Skala interval adalah skala pemberian angka pada klasifikasi atau kategori dari obyek yang mempunyai sifat ukuran ordinal, dan ditambah satu sifat lain yaitu jarak atau interval yang sama dan merupakan ciri dari obyek yang diukur.

4.      Skala Rasio.
Skala rasio adalah skala yang mencakup semua akala yaitu nominal, ordinal, dan interval di samping memberikan keterangan tentang nilai absolut dari obyek yang diukur. Angka pada skala rasio menunjukan nilai sebenarnya dari obyek yang diukur. Perbedaan antara skala interval dan rasio adalah data skala rasio memiliki titik nol yang mempunyai arti, dan rasio antara keduanya juga mempunyai arti.














Latihan Soal.
1.      Penggunaan aturan untuk menetapkan bilangan pada objek atau peristiwa disebut....
a.       Instrumen.
b.      Skala.
c.       Rasio.
Jawaban : a. Instrumen.
2.      Di bawah jenis-jenis instrumen, kecuali....
a.       Kuescener.
b.      Interval.
c.       Observasi.
Jawaban : b. Interval.
3.      Metode pengumpulan data yang sudah mapan, karena beberapa sifatnya yang unik, masih banyak dipakai disebut....
a.       Wawancara.
b.      Kuescener.
c.       Observasi.
Jawaban : a. Wawancara.
4.      Di bawah ini jenis wawancara, kecuali....
a.       Wawancara berstruktur.
b.      Wawancara tak berstruktur.
c.       Wawancara rasional.
Jawaban : c. Wawancara rasional.
5.      Di bawah ini yang termasuk keuntungan kuescener adalah....
a.       Tidak memerlukan hadirnya peneliti.
b.      Sering sukar dicari validitasnya.
c.       Sering tidak kembali jika dikirim lewat pos.
Jawaban : a. Tidak memerlukan hadirnya peneliti.
6.      Seperangkat rangsangan yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka, disebut....
a.       Tes.
b.      Observasi.
c.       Kuescener.
Jawaban : a. Tes
7.      Di bawah ini kelemahan kuescener, kecuali....
a.       Walau dibuat anonim, kadang-kadang responden dengan sengaja memberikan jawaban yang tidak betul atau tidak jujur.
b.      Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden.
c.       Waktu pengembaliannya tidak bersama-sama, bahkan kadang-kadang ada yang terlalu lama sehingga terlambat.
Jawaban : b. Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden.
8.      Alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki disebut....
a.       Tes.
b.      Observasi.
c.       Kuescener.
Jawaban : b. Observasi
9.      Di bawah ini jenis skala yaitu, kecuali....
a.       Skala Nominal.
b.      Skala Rasio.
c.       Skala Kuescener.
Jawaban : c. Skala Kuescener
10.  Pemikiran yang sistematis mengenai berbagai jenis masalah yang pemecahannya memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta disebut penelitian, menurut....
a.       David H. Penny.
b.      J. Suprapto MA.
c.       Sutrisno Hadi MA.
Jawaban : a. David H. Penny

11.  Pengertian penelitian menurut Sutrisno Hadi MA, adalah....
a.       Penyelidikan dari suatu bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati serta sistematis.
b.      Sebagai usaha untuk menemukan, menembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.
c.       Pemikiran yang sistematis mengenai berbagai jenis masalah yang pemecahannya memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta.
Jawaban : b. Sebagai usaha untuk menemukan, menembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.
12.  Yang dimaksud dengan skala ordinal adalah....
a.       Angka yang diberikan di mana angka-angka tersebut mengandung pengertian tingkatan.
b.      Skala yang mencakup semua akala yaitu nominal, ordinal, dan interval di samping memberikan keterangan tentang nilai absolut dari obyek yang diukur.
c.       Ukuran yang paling sederhana, di mana angka yang diberikan kepada obyek mempunyai arti sebagai lebel saja, dan tidak menunjukan tingkatan apa-apa.
Jawaban : a. Angka yang diberikan di mana angka-angka tersebut mengandung pengertian tingkat.
13.  Skala pemberian angka pada klasifikasi atau kategori dari obyek yang mempunyai sifat ukuran ordinal, dan ditambah satu sifat lain yaitu jarak atau interval yang sama dan merupakan ciri dari obyek yang diukur disebut....
a.       Skala Nominal.
b.      Skala Ordinal.
c.       Skala Interval.
Jawaban : c. Skala Interval.
14.  Sebagai instrumen pengumpulan data haruslah, kecuali....
a.       Valid.
b.      Tidak Valid.
c.       Diperhitungkan indeks kesukaran.
Jawaban : b. Tidak Valid.
15.  Alat mengukur sikap, prilaku keyakinan, pandangan hidup atau atribut dari responden disebut....
a.       Kuescener.
b.      Observasi.
c.       Tes.
Jawaban : a. Kuescener.
DAFTAR PUSTAKA
Sugiono, Prof. DR, 2010, Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.
Arikunto, Suharsimi, Prof. Dr, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta.
Suharyadi, S. H, Purwanto, 2008, Statistika untuk Ekonomi dan Keungan Modern, Salemba Empat, Jakarta.
Rakhmat, M.SC, Jalaluddin, Drs. 2002. Metode Penelitian Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Prof. Dr. H. AbdulMadjid Latief, MM, M.Pd , Modul Kuliah Metodologi Penelitian, 2011